Beranda | Artikel
Petunjuk Menuju Kebahagian yang hakiki
Sabtu, 10 Juni 2023

Kebahagiaan merupakan keinginan besar semua orang berakal, tujuan penting orang-orang besar dan mimpi indah bagi orang-orang lemah. Akan tetapi, manusia memang berbeda-beda dalam menerjemahkan arti kebahagiaan, sebagaimana mereka juga menempuh langkah-langkah yang bermacam-macam dalam mencarinya.

Kekayaan, jabatan, kekuasaan dan hidup dalam hunian mewah lagi indah masih menempati urutan teratas sebagai sumber kebahagiaan hidup dalam pandangan sebagian orang. Sebagian lain menempatkan kemajuan-kemajuan di bidang teknologi yang diraih akan meningkatkan kualitas kebahagiaan hidup manusia. Parahnya, bila ada manusia yang meyakini bahwa ia hanya akan benar-benar bahagia bila semua yang dimaui hawa nafsunya tercapai, tanpa peduli dengan halal dan haramlagi, maupun mana yang boleh dan terlarang dalam syariat Islam. Dengan kata lain, akan merasa bahagia saat melepaskan diri dari aturan syariat. Wallâhul musta’ân.

Al-Qur`ân telah memuat petunjuk khusus dari Allâh سبحانه وتعالى mengenai jalan menuju pencapaian kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, yaitu :

Mengikuti petunjuk syariat yang telah digariskan Allâh سبحانه وتعالى .

Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

﴿ فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ٣٨ ﴾

“Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati ”. (QS. Al-Baqarah/2:38).

Allâh سبحانه وتعالى juga berfirman:

﴿ ۙ فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى ١٢٣ ﴾

“lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”.(QS. Thâhâ/20:123).

Sesungguhnya orang yang mengikuti petunjuk-Nya, dengan mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka sesungguhnya orang tersebut tidak akan sesat di dunia dan di akhirat dan juga tidak celaka di dalam dua alam itu. 1

Iman dan beramal shalih.

Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

﴿ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ٩٧ ﴾

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl/16:97).

Kehidupan yang baik yang dimaksud adalah dengan mendapat ketentraman hati dan ketenangan jiwa dan Allâh سبحانه وتعالى memberinya rezki yang halal lagi baik dari arah yang tidak disangka-sangkanya. 2

Mensucikan jiwa dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan menjauhkannya dari sifat-sifat tercela

Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

﴿ قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ ٩ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ ١٠ ﴾

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.(QS. Asy-Syams/91:9-10).

Menjalankan kewajiban dan menghindari perkara haram.

Allâh سبحانه وتعالى berfirman: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. Sampai firman Allâh سبحانه وتعالى : “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di syurga lagi dimuliakan”. (QS. Al-Ma’ârij/70:19-35).

Allâh سبحانه وتعالى menyebutkan karakter orang-orang peraih kebahagiaan dan kebaikan dengan sifat-sifat sempurna ini dan akhlak baik lagi luhur, seperti ibadah-ibadah fisik, contohnya shalat dan memeliharanya dengan baik dan amal-amal hati misalnya rasa takut kepada Allah yang akan mendorong orang berbuat setiap kebaikan dan ibadah dengan harta dan lain-lainnya seperti disebutkan dalam rangkaian ayat-ayat di atas. 3

Senantiasa mengingat Allâh سبحانه وتعالى

Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

﴿ اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ طُوْبٰى لَهُمْ وَحُسْنُ مَاٰبٍ ٢٩ ﴾

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allâh. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du/13:29).

Maksudnya, kegundahan hati dan kegelisahan telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan hati dan kenikmatan-kenikmatannya. 4

Bila kegundahan, keragu-raguan dan kesesatan sudah menjadi sumber siksaan yang tertahankan bagi manusia di dunia ini, dampak buruknya akan kian pedih dan lebih abadi di akhirat kelak pada mereka, maka sebaliknya, iman dan keyakinan yang benar merupakan gerbang menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

﴿ اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا ٩٦ ﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allâh Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang”. (QS. Maryam/19:96)

Islam adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman. Sedangkan agama dan ideologi lainnya hanyalah mendatangkan kesengsaraan dan kehidupan yang celaka.

Selain itu, al-Qur`ân adalah cahaya terang menuju jalan hidayah. Ia memandu manusia menuju jalan kebahagiaan dan memperingatkan mereka dari lorong-lorong kesesatan dan kebinasaan. Barang siapa berbelok arah dari petunjuknya, niscaya kehidupannya akan berjalan dengan sempit, meski tampak baik dalam pandangan manusia. Allâh سبحانه وتعالى telah menetapkan hal tersebut dalam firman-Nya:

﴿ وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى ١٢٤ ﴾

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit”. (QS. Thâhâ/20:124).

Imam Ibnu Katsîr رحمه الله mengatakan, “Maksudnya, orang melanggar perintah Allah dan risalah yang diturunkan-Nya pada Rasul-Nya ﷺ . Ia berpaling dan melalaikannya serta mengambil petunjuk dari selainnya, maka baginya penghidupan yang sempit di dunia. Tidak ada ketenangan baginya dan tidak lapang dadanya.

Sebaliknya, dadanya merasa sempit lagi tidak nyaman karena kesesatannya, meskipun ia hidup enak secara lahirilah, mengenakan pakaian apa saja yang ia kehendaki dan mengkonsumsi apa saja yang ia ingini, serta tinggal di tempat yang ia mau. Sesungguhnya hatinya jika tidak sampai kepada keyakinan dan petunjuk lurus, maka tetap saja berada dalam kegundahan, kebingungan dan keragu-raguan, sehingga selalu dilanda kebingungan dalam keragu-raguan. Ini termasuk kehidupan yang sempit”. 5

Oleh karena itu, kebahagiaan menjadi permata yang mustahil digapai orang-orang yang berbuat maksiat, meskipun di tangan mereka kekayaan dunia yang berlimpah-ruah, bila mereka tidak mendapatkan hidayah untuk taat kepada Allâh سبحانه وتعالى dan bertaubat kepada-Nya. Sebab, maksiat telah menjerat mereka dari semua sisi dan melumpuhkan usaha mereka menggapai kebahagiaan hakiki.

Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata, “Di antara dampak buruknya (maksiat) yaitu kekhawatiran dan rasa takut yang Allâh سبحانه وتعالى lontarkan pada hati pelaku maksiat. Sebab, sesungguhnya ketaatan kepada Allâh سبحانه وتعالى adalah benteng terbesar yang bila dimasuki seseorang maka ia akan aman dari hukuman dunia dan akhirat. Dan barang siapa keluar darinya, maka segala jenis rasa takut akan mengelilinginya dri segenap sisi. Dan barang siapa taat kepada Allâh, maka semua rasa takutnya berubah menjadi rasa aman baginya”.6

Maka, bagaimana seseorang akan memperoleh kebahagiaan dan ketentraman jika tidak berjalan di atas jalur-jalurnya yang telah digariskan oleh al-Qur`ân!?. Sungguh telah keliru orang yang mencari ketentraman jiwa dengan mendengarkan musik. Dan telah salah jalan orang yang berupa menciptakan kebahagiaan dalam kehidupannya bila ia mencari penghasilan dari cara-cara haram seperti hasil dari praktek riba, mencuri dan korupsi.

Semoga Allâh سبحانه وتعالى memberi petunjuk kepada kita sehingga mudah mencari kebahagiaan dari pintu-pintu yang telah ditentukan-Nya. Amin.

Ustadz Ashim bin Musthofa

Footnote:

1 Lihat Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 552 .

2 Lihat Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 478 .

3 Lihat Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 971 .

4 Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 442

5 Tafsîru al-Qur`ânil ‘Azhîm 5/322-323.

6 Ad-Dâ`u wad Dawâ`u hlm.120 dengan diringkas.

Majalah As-Sunnah (Baituna) edisi 05/Thn. XVIII Dzulqa’dah1435 H / September 2014 M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/baituna/petunjuk-menuju-kebahagian-yang-hakiki/